Rabu, 30 Januari 2013

MENCARI SEBUTIR EMAS DI NEGERI CIKOTOK


MENCARI SEBUTIR EMAS DI NEGERI CIKOTOK

Panas terik seraya membakar raga, memaksa butir demi butir keringat bercucuran di dasar kulit yang penuh debu dunia. Khatab berjalan dengan penuh keletihan bersama istrinya Masitah.
“Tuhan jika kau kehendaki,aku ingin seteguk saja air mu, sungguh dahaga ini tak mampu hamba tahan.” Sambil menggerutu dalam hati.
Melihat aku yang terduduk di atas tanah tanpa sehelai kain pun dengan wajah penuh kelesuan, suami ku menyapa dengan irihnya. “Umi mengapa sepertiya kau terlihat lemas dan lelah.”
Dengan sendu-sendu aku menyapa tanyanya “Aku baik-baik saja abi,benar aku tak berbohong percayalah”. Karena aku tak mau membuatnya khawatir ,dengan sendu itu aku menyimpan rasa lelahku dan mengungkapakan sebuah jawaban dibalik senyum letihku.
Ia sepertinya tak percaya akan ucapanku. melihat kelesuan yang terpancar di wajahku ia seperti merasa bersalah. Dikala itu memang kami belum sedikitpun memakan sesuap nasi. Sebelum kami melangkah keluar gubuk tempat kami tinggal untuk mencari sesuap nasi kami hanya minum seteguk air saja. Karena kami baru saja menikah,kami belum mempunyai pelengkap terindah di pernikahan kami. Keluarga yang tak berkecukupan itulah adanya keluargaku. Tak ingin aku berdiam diri akupun ingin membantu suami mencari pekerjaan demi sesuap nasi di suatu hari.
 Sebenarnya suami melarangku untuk peri bersamanya,namun aku tetap memaksanya. Ia memang suami yang amat penyayang,sehingga ia tak mau terjadi sesuatu yang tidak di inginkan terjadi padaku.
Ketika ia melihat aku yang sangat letih,ia memastikan aku untuk selalu bersemangat. Sepertinya ia ingin membelikan aku seteguk air minum dan sesuap nasi,namun tak mampu ia membelinya. Karena seharian mencari pekerjaan kami belum saja mendapat pekerjaan. Ia pun merasa kasihan melihatku yang tergeletak di atas tanah anpa sehelai tikar secuilpun. Maka ia membawaku ke sebuah Mushala yang ada di pinggir pasar.